Novel Zombie Indonesia



7
PAMAN
  
   Aku berjalan keliling desa. Tampaknya, jalan-jalan di desa ini di buat blok per blok. Mungkin karena ada orang belanda yang pernah tinggal di sini jadi penataan desa ini rapi.

   Aku berjalan sepanjang pagar kawat yang membatasi tanah pamanku yang luas. Di dalam pagarnya tampak deretan kerimbunan ladang jagung yang menguning. Aku melihat bayangan satu atau dua orang di dalam kerimbunan pohon jagung itu. Mungkin saja mereka pekerja kebun pamanku, Aku menebak karena tidak bisa melihat dengan jelas sosok mereka, terhalang pohon-pohon jagung.

   Sampai di pertigaan aku belok kanan. Karena kupikir aku ingin mencari rumah pandai besi, yang kutebak adalah letaknya di sekitar rumah pamanku. Kulihat rumah sebelah kiriku tampak sepi dan begitupun di rumah sampingnya, tidak ada tanda-tanda aktivitas tukang pandai besi.

   Kudengar suara berdenting logam, ketika melewati rumah kedua di sebelah kiriku ini. Kucari asal suara itu dari rumah di depan sebelah kananku yang tanahnya memotong tanah Om. Dugaanku, Itu pasti rumah pandai besi.

   Memasuki halaman rumah yang kecil.  Sepertinya hanya tinggal rumah ini saja, yang tanahnya belum dibeli Om Iqbal. Dilihat dari pagar tanah yang menyambung di samping rumah. Aku menghampiri pintu tempat suara itu berasal. Yang kuduga adalah pintu bengkel pandai besi. Penasaran aku, apa sih yang dikerjakan pandai besi itu sampai malam?

   Kuketok pintunya, tidak ada sahutan. Bunyi besi dipukul-pukul dari dalam. Kuduga, ia pasti tidak mendengar. Aku nekat membuka pintu itu.

   Kulihat seorang sedang membelakangiku. bengkel pandai besi itu terlihat tungkunya tidak menyala. Hanya ada lampu bohlam saja menerangi. Orang itu memukul-mukul besi. Pelan sekali bunyinya, sehingga kupikir tidak mungkin terdengar sampai ke rumah pamanku.

   "Pak." aku berkata menyapa orang itu "Pak."

   Tidak ada sahutan. Kupegang pundaknya, dan tiba-tiba dia berbalik. Wajahnya mengerikan seperti kering tercabik dan terlihat kurus seperti mumi dengan giginya menonjol di sekitarnya.

   Aku tersentak kaget mundur kebelakang. Aku berjalan mundur beberapa langkah melihat makhluk menyeramkan sekaligus menjijikkan tersebut.

   Makluk itu hendak menerkamku, namun tiba-tiba langkahnya tertahan. Aku melihat di kakinya ada rantai besar membelenggu kakinya dengan tiang besi di sebelahnya. Aku menghentikan langkah mundurku. Makhluk masih itu hendak menangkapku. Aku membalikkan badan menuju pintu tempat aku masuk. Aku segera berlari keluar dari ruangan itu.

   Aku membanting pintu. Mengerikan makluk apa itu? Manusia atau bukan? Aku melihat ke depanku dan kulihat Muti dan Ijal. Ijal menodongkan pistol kepadaku.

   "Sudah puas rasa penasarannya?" Muti berkata "Sekarang balik badan!"

   Aku menuruti saja tanpa banyak bicara. Terlebih aku masih shock dengan kejadian barusan.

   Ijal dengan cepat memborgol tangan kananku dan kiriku.

Aku melintasi jalan menuju rumah paman dengan tangan terborgol. Ijal di belakangku dan Muti berjalan di depan-ku.

   Aku berfikir, jangan-jangan ada rahasia lain di desa ini? Kenapa Muti dan Kang Ijal tiba-tiba muncul dihadapanku? Bagaimana mereka tahu aku pergi ke rumah pandai besi? Dan apa makhluk di rumah pandai besi itu?

   Memasuki rumah pamanku, kami berjalan menuju dapur. Muti mengambil kunci, meletakkan kunci di lubang kunci, membuka kunci di pintu sebelah kiri sebelum dapur.

   Kami memasuki ruangan kecil yang diterangi lampu. Di dalam ruangan itu terdapat tangga yang menuju ke bawah. Ijal mendorongku supaya aku jalan. Kami menuruni tangga ke lantai bawah.

   Dilantai bawah terlihat sebuah pintu. Sebuah kotak hitam sebesar saklar dengan lampu merah tertempel di tembok samping pintu. Muti mengeluarkan kartu dari saku kirinya dan menempelkannya di kotak hitam berlampu merah. Lampu hijau menyala. Pintu di depanku terbuka otomatis ke samping. Aku didorong Ijal memasuki pintu itu.

   Didalam pintu itu tampak laboratorium lengkap dengan berbagai peralatan. Berbagai macam cairan berwarna biru,kuning,merah,hijau terlihat di gelas-gelas kimia. Juga dengan botol-botol yang entah berisi cairan apa di etalase pendingin. Menyusuri laboratorium kecil itu terlihat kandang berisi kelinci, tikus dan serangga. Diujung ruangan terlihat gorden plastik. Kami melewati gorden plastik itu. Tampak sebuah pintu terbuat dari besi diujung ruangan.

   "Ini suara yang kamu cari." Muti berkata sambil menunjuk ke pintu besi itu.

   "Sebenarnya ada apa ini?" aku bertanya sambil menatap Muti.
Ia tidak menjawab. Muti melepaskan borgol di tanganku. Kemudian, ia kembali membuka pengait pintu.

   "Tanya pamanmu saja di dalam!"  Muti berkata sambil membuka pintu.

   Ijal mendorongku dengan kakinya, sehingga aku jatuh terjerembab memasuki ruangan.

   Pintu segera di tutup. Sehingga ruangan ini gelap. Mataku mencoba membiasakan diri. Kulihat seseorang sedang duduk di pojok ruangan.

   "Halo. Kamu, Om Iqbal?" Aku mencoba menyapa orang itu.

   Orang itu menengok kearahku. Matanya terbuka dan menyala merah di sekitar bola matanya menatapku. Tiba-tiba orang itu  berdiri dan melompat menerkamku. Reflek, aku menahan tubuh orang itu dengan tanganku. Tanganku berada di leher orang itu. Dari dekat kulihat wajah orang itu tampak menyeramkan. Seperti makhluk yang kutemui tadi di bengkel pandai besi. Mukanya kering seperti mumi dan kulit mukanya tercabik-tabik.

   Makhluk itu berusaha meraih leherku ingin menggigitku. Aku berusaha menahan kepala makhluk itu dengan lengan tangan kananku. Kutonjok perut makhluk itu dengan tangan kiri. Punggung tangan kiriku terasa sakit karena menonjok bagian yang tinggal tulang berlapis kulit itu.

   Kudorong kesamping badan makhluk itu sehingga terguling. Aku segera bangkit berdiri menjaga jarak dengan mengambil kuda-kuda. Rupanya ilmu Karate yang kupelajari sejak kelas 5 SD akan terpakai kali ini. Makhluk itu berlahan bangun kemudian mengaum dengan suara cempreng memekakkan telinga. Lalu makhluk itu berlari menyerangku. Aku segera menahannya dengan kaki kananku. Kemudian kudorong tubuh makhluk itu dengan keras ke depan. Makhluk itu jatuh terjengkang beberapa langkah dari tempatku berdiri. Aku mengambil kuda-kuda lagi. Makhluk itu bangkit dan berusaha menyerangku lagi. Aku melakukan gerakan seperti tadi.

   Makhluk itu bangkit, namun tidak langsung menyerangku. Seperti macan sedang berhadapan dengan lawan. Makhluk itu juga mengambil posisi dengan gerakan memutariku. Aku mengikuti arah gerak tubuh makhluk itu. Kami tampaknya, sama-sama sedang mencari celah untuk saling melumpuhkan satu sama lain.

   Makhluk itu maju menerkamku sambil mengayunkan tangan kirinya. Aku menangkis dengan tangan kanan. Tapi tiba-tiba tangan kanan makhluk itu mendorongku, sehingga aku terdorong ke tembok. Kaki kiriku menahan perut makhluk itu dengan lutut, agar supaya ia tidak mendekat badanku.

   Aku terjepit lagi di tembok. Tenaga makhluk itu sangat kuat memegang tanggan kiriku, sedangkan mulut makhluk itu hendak menggigit leherku. Aku mendorong dengan tangan kiriku, disusul tendangan kaki kiri-ku ke depan. Makhluk itu kembali terjerembab kebelakang. Kemudian bangkit lagi.

   Tiba-tiba pintu terbuka. Makhluk itu menengok ke arah pintu. Kemudian makhluk itu berlari ke arah pintu sambil berteriak dengan suara mengerikan.

   Suara letusan terdengar memekakkan telinga. Makhluk itu terjatuh berlutut dengan kedua kakinya. Makhluk itu berusaha bangun lagi.

   "Toyib..Toyib. Kesini cepat!" suara wanita terdengar dari balik pintu.

   Aku segera berlari mengitari makhluk itu yang sedang berusaha bangun. Suara letusan terdengar kali ini makhluk itu terjerembab kebelakang.

   Aku melihat seorang wanita memegang pistol dari balik pintu itu. Wanita itu mundur kebelakang ketika tahu aku menghampirinya.

   Aku keluar ruangan. Wanita itu segera menutup pintu besi. Terdengar suara grendel pintu untuk mengunci. Aku membalikkan badan menengok kebelakang. Kulihat Tika. Ternyata dialah wanita yang menyelamatkanku. Kenapa wanita ini tiba-tiba muncul?

   "Kamu tidak apa-apa?"

   "Tidak." jawabku sambil menggeleng.

Terdengar suara tiga kali letusan senjata dari lantai atas.

   "Ayo!" kata Tika, berlari meninggalkanku melintasi laboratorium.

   Kuikuti perempuan itu. Kudengar pintu besi ditabrak dari dalam oleh makhluk itu. Aku sempat menengok memastikan pintu itu aman. Sekilas kulihat kondisi laboratorium kecil ini, sekedar mencari tahu. Kulihat ada beberapa file dan buku di pojok ruangan. Aku mencari tahu tumpukan file dan dokumen itu. Beberapa amplop file kutemukan kosong. Aku melihat buku bersampul kuning bertuliskan :
‘Catatan Proyek.
Kuambil buku itu dan kemudian aku berlari ke pintu laboratorium.

   Kudengar suara tembakan lantai atas. Tika menunduk di ujung tangga dekat pintu lantai atas. Terlihat sekilas, terjangan peluru mengenai kusen di dekat Tika. Tika mengambil posisi menunduk dan perempuan itu membidik membalaskan tembakan. Ketika dia hendak melangkah maju. Terdengar suara tembakan lagi. Terlihat pecahan peluru di kusen. Tika melangkah mundur merunduk.

   "Sial! dia lari." Kata Tika sambil melangkah maju keluar dari pintu tangga basement ke sebelah kiri memuju dapur.
Aku mengikutinya menuju pintu tangga basement. Aku sangat ingin tahu apa yang terjadi.

   Keluar pintu kulihat tubuh Ijal tergeletak bersimbah darah. Di sebelah kanan pintu, di ujung ruang makan kulihat tubuh polisi bernama Indra sedang terengah-engah dengan tubuh bersimbah darah.

   Aku hendak melangkah ke dapur. Kulihat Tika keluar dari pintu yang menghubungkan halaman dengan dapur. Dengan nafas tersengal-sengal.

   "Sial, dia sudah jauh." kata Tika entah kepada siapa, dengan nafas tersenggal-senggal.

   "Indra!" Tika berteriak sambil berlari melewatiku yang masih bengong melihat kejadian ini.

   Tika menghampiri Indra yang sedang megap-megap. Indra di tembak dadanya, terlihat dari darah yang mengucur di dada kirinya.

   "Tahan! Sebentar lagi bantuan datang." Kata Tika sambil memeluk kepala rekannya.

   Terdengar dari kejauhan suara sirine mobil polisi mendekat ke rumah ini. Aku sangat penasaran dengan apa yang terjadi.

Beranda

Blogger Template by Blogcrowds.