Novel Zombie Indonesia


3

ATIKA

   Namaku Atika Aryanti, biasa dipanggil Tika. Aku adalah seorang polisi bagian narkotika, berpangkat Brigadir Satu atau Briptu, yang bertugas di Polda Metro Jaya. Umurku 27 tahun. Aku belum menikah, karena setelah kematian tunanganku 2 tahun lalu akibat kecelakaan lalu lintas membuatku masih sulit melupakan, atau menemukan orang yang tepat sebagai penggantinya. Walaupun banyak pria di kepolisian yang dekat denganku, namun prinsipku adalah tidak mau memiliki suami yang masih satu profesi.

   Aku sedang dalam perjalanan dari Polres Ciamis ke arah utara menuju sebuah desa bernama Gebang.

   Saat ini, aku sedang mencari Adikku yang sudah menghilang selama sebulan tidak ada beritanya. Telepon genggamnya pun sudah tidak aktif lagi.

   Adikku ini bekerja sebagai teknisi sebuah perusahaan telekomunikasi, dan 6 bulan sebelumnya ditugaskan di Ciamis untuk menangani tower-tower BTS di sekitar kabupaten tersebut. Aku mendapat laporan dari tempat perusahaan adikku bekerja.

   Kepolisian lokal kabupaten sudah berusaha mencari petunjuk, namun sampai hari ini tidak didapat kabar berita adikku yang hilang secara misterius. Hasil pelacakan sinyal handphone juga tidak membuahkan hasil. Anton Darmawan, nama adikku.

   Sebenarnya, sulit juga aku mendapat izin dari pimpinanku untuk mengambil kasus ini. Selain karena kasus ini bukan merupakan wewenangku selaku penyelidik di divisi narkotika, namun mengambil kasus ini berarti melimpahkan pekerjaan penyelidikanku mengenai sindikat penjualan heroin kepada anggota lain.

   Sudah dua minggu, aku bersitegang dengan atasanku mengenai kasus ini, karena menyangkut keluarga yaitu adikku sendiri, dan juga harus bersitegang dengan divisi kejahatan umum di kantor pusat. Setelah negosiasi yang alot, hanya untuk kali ini aku di izinkan untuk menangani kasus diluar kewenanganku, dengan persyaratan yaitu hanya untuk mendampingi dalam proses penyelidikan, sedangkan untuk kewenangan penyelidikan dan prosedur penangkapan dilimpahkan ke divisi kejahatan umum di kantor kepolisian kabupaten. Maka segala kegiatanku harus Mendampingi dan didampingi oleh Briptu Indra Palevi, seorang petugas kepolisian Ciamis yang ditugaskan menyelidiki kasus ini.

   Briptu Indra seorang polisi berbadan gemuk. Wajahnya yang bulat dihiasi oleh kumis tebal. Baru dua minggu, dia dipindahkan di divisi reserse Kriminal di kabupaten, dari Polda Jawa Barat tempatnya bertugas di bagian lalu lintas dulu.

   Aku ditunjuk mendampingi Briptu Indra yang juga sedang menyelidiki kasus curanmor, karena mereka yakin kasus hilangnya adikku ini berkaitan erat dengan curanmor.

   Dugaan dari Kepolisian lokal adalah, kemungkinan adikku korban perampokan motor yang sedang marak terjadi di daerah sekitar Ciamis, Majalengka, Kuningan dan Cirebon. Para perampok tersebut tidak segan-segan membunuh korbannya dan membuang mayatnya di hutan untuk menutupi jejaknya.

   Pada awalnya, ketika aku tiba di Ciamis ini aku menginterogasi beberapa rekan kerja dan teman kos adikku. Sebagian besar mereka tidak mengetahui pasti kegiatan Anton di waktu luang. Salah seorang penghuni kos mengatakan, kalau sebulan terakhir sebelum menghilang, adikku itu sering keluar malam untuk menonton pertunjukan kesenian daerah tari ronggeng dan jaipongan.

   Sangat tepat memang kalau terkait dengan curanmor, karena kejadian perampokan biasanya terjadi sekitar subuh dini hari, yaitu waktu yang sama dengan waktu bubarnya pertunjukan hiburan.

   Tapi adalah suatu hal yang ganjil, jika adikku tiba-tiba tertarik kepada pertunjukan jaipongan, ronggeng atau kesenian daerah. Sebab yang aku tahu adikku ini suka musik rock dan sering bertengkar soal selera musik denganku yang menyukai lagu-lagu pop melow. Namun, ada kemungkinan adikku mencari ‘jajanan’ yaitu, hiburan dengan wanita malam.

   Adikku ini memang nakal, itu sebabnya dia menikah duluan karena menghamili pacarnya yang menjadi adik iparku sekarang.

   Kemudian, kami mencari informasi ke dua group tari besar di Ciamis yaitu group Mekar Sari dan Cakra Melati. Aku masih memiliki feeling, kalau kasus hilangnya adikku ini memiliki keterkaitan dengan penari-penari jaipongan dan ronggeng. Aku tahu betul sifat adikku yang sedikit bejat itu.

   Dari group Mekar Sari, tidak didapat informasi mengenai adikku bahkan penari-penari tidak ada yang pernah melihat adikku dari foto yang kutunjukkan kepada mereka.

   Di tempat group Cakra Melati, aku dan Indra mendapat titik cerah. Ketika seorang penari mengenali wajah di foto tersebut. Penari yang dipanggil Indung memberitahuku, bahwa terakhir kali ia melihat Anton sebulan lalu, mengantar pulang temannya seorang penari bernama Muti. Muti yang tinggal di desa Gebang memang 2 minggu ini tidak datang ke Sanggar, dengan alasan sedang dalam tahap pemulihan karena sakit tipes, jadi kami terpaksa mencari ke rumahnya.

   Akhirnya, aku mendapat nama seseorang yang membuat penyelidikan terhadap kasus ini semakin meruncing. Setidaknya ada orang yang bisa kutanyai detail, kemana adikku pergi pada hari itu.

   "Katanya group Cakra yang paling terkenal saat ini di Ciamis." Indra bercerita "Sejak lima belas tahun lalu kesenian ronggeng sudah mulai kurang populer; beda dengan jaipong yang masih bertahan, dan entah kenapa sejak tahun lalu ronggeng dengan cepat naik daun lagi."

   "Mungkin masyarakat bosan dengan jaipong." komentarku sekenanya, karena sebenarnya aku sedang malas mengobrol saat ini.

   "Bisa saja bukan itu, intinya di penarinya. Coba bedakan dengan Mekar Sari dengan Cakra. Cantik-cantik di Cakra kan?"

   "Iya,terus." kataku.

   "Iya gitu, katanya kalau penari ronggeng dan jaipong bisa di sawer, tau maksud aku kan? Di booking gitu tergantung kamu punya dana berapa, semakin banyak nyawer semakin terbuka kesempatan untuk menikmati penarinya."

   "Emang kamu pernah?" tanyaku.

   "Itu cerita teman-teman di bagian lalu lintas dulu, sejak menikah aku tidak pernah bisa pulang malam." kata Indra.

   "Oh, Istri kamu galak." komentar ketusku sekenanya. Pikiranku masih terpaut kepada adikku.

   Indra hanya terdiam, sambil melambatkan laju kendaraannya. Mobil yang dikemudikan Indra memasuki gerbang gapura bertuliskan ‘Desa Gebang’. Mobil kami berhenti di depan Balai Desa.

   “Kita tanya dulu orang balai desa." Indra menjawab, sambil memutar kunci mematikan mesin mobilnya.

   Kami turun dari mobil menuju kantor Balai Desa ber-cat hijau itu. Seorang hansip muda bertubuh tambun sedang berjalan ke arah kami, sambil membawa segelas air putih. Melihat kami datang, petugas hansip tersebut langsung berhenti melangkah, seakan menyambut. Wajarlah karena Indra masih memakai seragam dinas harian.

   "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Hansip itu kepada Indra.

   "Pak, kita mau tanya sedikit, bisa?" jawab Indra.

   "Oh silahkan di ruangan saya saja." hansip itu membukakan pintu bertuliskan: ‘Seksi Keamanan’.

   Kami memasuki ruangan itu. Seorang hansip tua sedang duduk menonton televisi yang berada dipojok ruangan itu. Hansip itu menengok ke arah kami.

   "Ada apa ini, tumben ada polisi ke sini?" kata hansip tua itu.

   "Kenalkan, ini Kang Irdi. Kalau saya Rizky." hansip yang muda memperkenalkan diri.

   "Saya Indra, dan ini Tika." Kata Indra.

   "Silahkan duduk, Pak." hansip bernama Irdi bangkit dari kursinya mempersilahkan kami duduk. Dia sendiri mengambil kursi lipat satu lagi dan mempersilakan aku duduk.

   Pintu terbuka. Kami menengok. Tampak seorang pria separuh baya berkaca mata, membuka pintu. Dibelakangnya pria itu tampak seorang pemuda berbadan tegap dan berwajah menarik seperti bintang film, Aryo Bayu.

   Pria itu kemakai kaos putih berlengan pendek sehingga memperlihatkan lekuk dadanya yang kencang dan lengannya yang tampak kokoh. Rambutnya cepak dengan janggut, kumis dan cambang tipis menghiasi wajahnya. Sempat terjadi kontak mata diantara aku dan pemuda berbadan tegap itu. Keren juga nih cowok.

   "Kang Irdi saya mau minta tolong" kata lelaki berkaca mata yang membuka pintu itu.

   "Iya Kang Ijal." kang Irdi berkata sambil berjalan menghampiri lelaki berkaca mata itu.

   "Bagaimana Pak Indra dan Bu Tika? Apa yang mau ditanyakan?"

   Suara hansip yang muda menyadarkan dari rasa terpesonaku dengan pemuda bermata teduh tersebut. Aku memutar balik kembali menghadap hansip bernama Rizky itu. "Kami sedang menghadapi kasus. Kasus orang hilang." kata Indra membuka pembicaraan. "Ada juga kasus pencurian motor sih."

   "Terus apakah ada warga kami yang terlibat." tanya Rizky.
Sekilas aku memperhatikan pintu belakangku yang masih terbuka. laki-laki keren itu sudah pergi rupanya, batinku agak kecewa.

   "Belum, masih dalam proses penyelidikan karena ada satu warga disini yang mau kita tanya." Indra menjelaskan. "Namanya Muti, dia penari ronggeng. Bapak kenal?"

   "Oh, Neng Muti. Siapa juga yang nggak kenal, semua orang di Ciamis juga tau yang namanya Muti. Widiiihhh..." Rizky mengacungkan kedua jempol tangannya.

   "Maksud saya, dimana rumahnya?" Indra menyela. "Bisa tolong antarkan kita kesana?"

   "Oh kalo itu, ayo Pak." Rizky langsung berdiri bersemangat. Ia berjalan cepat mengambil topi di mejanya, berjalan menuju pintu, membukanya, dan ngeloyor keluar meninggalkan kami.

   Aku dan Indra berdiri berjalan sambil berpandangan sejenak. Karena kami heran sekaligus penasaran, seperti apa wajah Muti si penari yang terkenal itu? Aku dan Indra berjalan keluar ruangan menyusul Rizky yang terlihat sudah berdiri sambil bertolak pinggang, di depan pintu utama balai desa. Ia menghadap ke arah lapangan.

   "Rizky, Kamu mau kemana?" kata lelaki separuh baya yang tadi dipanggil dengan nama Ijal, yang terlihat datang dari luar, dari samping gedung.

   "Nganterin pak polisi itu ke rumah Muti, Kang Ijal." Jawab Rizky dengan suara keras bersemangat, sambil menunjuk kami yang sedang berjalan menghampiri mereka.

   "Laku bener itu perempuan hari ini? Orang tadi juga lagi kesana sama Kang Irdi." Jawab Ijal.

   "Hah! Ayo cepetan pak Indra! jangan sampai kita keduluan si tua itu." Rizky bersemangat berlari ke mobil, hendak membuka pintu mobil yang masih terkunci.

Aku tersenyum kecil melihat tingkah hansip gemuk itu.

   Kalau tahu, si pemuda manis tadi memiliki tujuan yang sama, mustinya kita bisa bareng tadi. Ah, nanti juga ketemu pasti kita bisa kenalan, kataku berharap dalam hati.

Beranda

Blogger Template by Blogcrowds.