MASSACRE NOVEL
16
PERTEMPURAN
Aku
mendorong tubuh Irdi sambil memegang pergelangan tangan kanannya yang memegang
pistol. Tubuh kami berdua jatuh ke lantai. Kubenturkan jidatku mengenai
mulutnya. Kemudian kubenturkan tangan kanannya ke lantai sehingga pistol di
genggamannya lepas. Aku menduduki dada Irdi namun tenaga lelaki tua itu
ternyata lebih kuat. Dipelintirnya tanganku dan didorongnya perutku sehingga
aku terjatuh kesamping.
Ketika
Irdi hendak bangun, Tika menendang perut
lelaki itu. Kemudian memutar kakinya, menghajar punggung pria
itu dengan punggung kakinya. Pria tua itu terkapar kesakitan.
"Lepaskan
aku!' Tika berkata.
Aku
tidak peduli dengan Tika karena sedang mencari pistol Irdi. Kuraih pistolnya
yang berada tidak jauh dari rak server. Kuarahkan pistol itu ke pintu masuk
ruangan.
Kulihat
Muti sedang berlari menuju pintu. Kutarik pelatuk pistol sehingga tanganku terpental.
Aku memang belum pernah memegang pistol, ini yang pertama kalinya. Kurasakan kupingku
berdengung karena suara keras memekakkan telinga, di didalam ruangan kecil
ini.
Kulihat
sekilas Muti berlindung di balik rak di luar ruangan. Ia mulai
menembak ke arah
kami.
Aku
reflek berguling. Tika sudah berlindung di tembok dekat pintu. Sambil tiarap
kudekati Tika. Aku berjongkok di belakangnya.
"Cepat
lepaskan talinya!" pinta Tika.
Muti
masih terus menembak ke dalam ruangan. Peluru bermentalan menghantam dinding,
komputer dan
rak ruang server.
Aku
tidak membalas tembakan karena memang aku tidak pernah menembak dengan menggunakan pistol sungguhan. Kucoba melepaskan ikatan tali di tangan Tika.
"Keluar
kalian! Percuma bertahan!" teriak Muti dari luar ruangan.
Rentetan senapan serbu terdengar dari luar.
Kuduga Prita menyusul untuk menolong Muti.
Aku
dan Tika bertiarap, karena peluru-peluru bermentalan di sekitar kami. Selain
mengenai rak server juga tembok di sekitar kami. Aku berusaha membuka ikatan Tika.
"Sini!"
Tika meminta pistol di tanganku setelah tali yang mengikat tangannya lepas.
"Peluru
kalian terbatas. Menyerah sajalah!" suara Muti dari luar.
Tika menembak dari sela-sela pintu.
Kulihat
Irdi hendak bangun. Namun badan dan kepalanya keburu di hajar oleh peluru-peluru yang ditembakkan dari senapan serbu di luar ruangan. Darah segar
bermuncratan ke lantai dan tembok ruangan ketika lelaki tua itu ambruk
diterjang peluru.
"Goblok!"
dari luar terdengar suara Muti mengumpat.
"Bagaimana?
Kita terjepit." Aku berkata kepada Tika.
Tika menunjuk jari telunjuknya keatas tanda
supaya aku diam.
Kami
menunggu beberapa lama, karena tiba-tiba keadaan senyap. Terdengar gema suara
pintu besi tertutup. Tika mengintip dari sela-sela pintu.
"Mereka
sudah pergi." kata Tika. Ia bangkit berdiri.
Tika
berjalan perlahan-lahan keluar ruangan sambil mengarahkan pistolnya ke depan.
Aku mengikuti di belakangnya. Tika mengarahkan pistolnya ke kiri dan kanan
memastikan situasi aman. Kami berjalan menghampiri tubuh Ricardo yang
tergeletak di tengah ruangan.
Kulihat
asap berwarna hijau muncul dari kisi-kisi di sekeliling ruangan. Menyebar
memenuhi ruangan. Tidak berbau, namun entah apa itu.
"Periksa
dia!" kata Tika sambil masih bersiaga.
Aku
berjongkok menghampiri lelaki bernama Ricardo itu. Kulihat punggung sebelah
kiri lelaki itu mengeluarkan darah. Kubalikkan tubuh lelaki itu. Ricardo masih
bernafas. Nafasnya megap-megap, karena peluru menembus dari punggung ke dadanya.
"Serum.
Ada serum kusembunyikan." katanya dalam bahasa Indonesia yang fasih. Wajar
saja mungkin pria ini sudah lama tinggal di Indonesia.
"Ruangan
itu." Ricardo menunjuk lemah "Di pendingin. Kuning."
Ricardo
tidak melanjutkan, tubuhnya kelojotan. Warna matanya berubah menjadi merah.
Aku segera bangkit dan menjauhinya. Aku melihat sekeliling mencari senjata
tajam.
Tiba-tiba
dua buah pintu besi yang terletak di ujung ruangan terbuka otomatis. Dari dalam
ruangan keluarlah makhluk-makhluk mutasi, entah berapa jumlahnya.
"Selamat
dinikmati." terdengar suara Muti dari pengeras suara. "Percuma kalian
lari virusnya sudah kusebar diruangan ini."
"Sial."
kataku panik. Berarti aku dan Tika bisa bermutasi juga, kapan saja.
Aku melihat sekeliling. Tika tampak bingung, ia
mengarahkan pistolnya ke arah makhluk-makhluk yang keluar dari ruangan
tersebut.
Kulihat
empat buah pedang katana. Dari yang panjang bentuknya sampai yang terkecil
Tergantung di pojok ruangan. Aku segera berlari mengambil pedang tersebut. Kucabut
dari sarungnya dan kupastikan mata pedangnya tidak tumpul. Tampaknya pedang ini
koleksi salah seorang ilmuwan dari bekas tentara jepang yang pernah berada di
desa ini.
"Sini.
Aku Satu!" Tika berlari menghampiriku. Aku memberikan satu pedang kepada Tika.
Makhluk-makhluk
itu berjalan mendekati kami. Bule bernama Ricardo itu juga sudah bermutasi, dan
berlahan-lahan bangkit. Kulihat Irdi yang juga sudah bermutasi keluar dari
pintu ruang server.
Makhluk-makhluk
itu berlari hendak menyerang kami.
Langganan:
Postingan (Atom)